52% setuju jika regulasi Kawasan Terbatas Merokok (KTM) dan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) diberlakukan di Surabaya. Demikian hasil survei BMI Research yang disampaikan dalam acara NGOBRASS (Ngobrol a la Suara Surabaya) di Mercure Grand Mirama, Surabaya tadi pagi (5/5).
Meskipun hasil survei itu agak meragukan karena hanya berdasarkan pada 100 orang responden saja namun tetap saja ada kabar kurang enak bagi para perokok di Surabaya yang gemar merokok di tempat-tempat umum. Pasalnya, pemerintah kota Surabaya sedang bersiap-siap menggulirkan peraturan daerah (perda) yang membatasi ruang gerak kaum perokok di Surabaya.
“Saat ini perda itu masih berupa draft. Kota yang baik itu adalah kota yang punya perhatian besar melindungi warganya dari berbagai hal yang diperkirakan bisa membahayakan. Melindungi masyarakat dari bahaya merokok juga iya. Yang penting adalah law enforcement-nya. Perlu juga dilakukan kampanye agar pelanggaran-pelanggaran terhadap perda itu mendapat social pressure,” ungkap Wakil Wali Kota Arief Affandi saat membuka talkshow yang diadakan oleh Sampoerna untuk Indonesia dan Suara Surabaya itu.
Kampanye atau sosialisasi juga dianggap perlu oleh Ratna Wangsa, Ketua Komisi A DPRD Surabaya yang menjadi salah satu pembicara. “Harus ada sosialiasi tentang akibat merokok, ” ujarnya.
Pembicara lain, Hadi Siswanto yang menjabat Kabag Hukum Pemkot Surabaya berharap nantinya pelaksanaan perda itu, “Jangan hanya disandarkan kepada pemkot. Masyakarat harus ikut berpartisipasi.”
Ajakan itu mengundang sambutan antusias dari para peserta yang hadir. Banyak yang berebut untuk mengeluarkan pendapat masing-masing. Pada umumnya mereka mendukung kehadiran perda soal KTM dan KTR sejauh kegiatan merokok tidak dilarang sama sekali, melainkan hanya dibatasi ruang geraknya.