[rate 3.5]
Film yang diangkat dari sebuah novel selalu punya dua macam penonton, yang sudah membaca novelnya dan yang belum. Begitu juga dengan film The Da Vinci Code arahan Ron Howard yang diangkat dari novel karangan Dan Brown berjudul sama. Bagi sebagian kalangan penikmat film, membaca bukunya terlebih dahulu mungkin menjadi modal penting sebelum menonton. Sebaliknya ada juga yang beranggapan justru merupakan keasikan tersendiri menyaksikan film yang dibuat berdasarkan sebuah novel tanpa harus membacanya sebelumnya. Setidaknya bisa lebih konsentrasi, lebih menikmati kejutan-kejutan yang mungkin ada, dan tidak perlu membanding-bandingkan antara isi novel dan yang ada di layar 🙂
Nah, khusus bagi belum membaca bukunya, ada dua hal yang perlu diperhatikan saat menonton film produksi Columbia Pictures dan Imagine Entertainment ini. Apa saja? Pertama, pastikan punya kemampuan lumayan menangkap percakapan dalam Bahasa Inggris karena cukup banyak bagian dari film ini, terutama bagian yang mungkin dianggap cukup sensitif bagi kalangan tertentu, tidak dilengkapi teks berbahasa Indonesia. Kedua, tetaplah tenang di tempat duduk hingga film berakhir. Jangan terburu-buru beranjak walaupun durasinya memang cukup panjang, 2 jam 29 menit.
Film yang dianggap penuh kontroversi ini berkisah soal Profesor Simbologi Robert Langdon (Tom Hanks) yang tiba-tiba harus berurusan dengan polisi lantaran kematian Jacques Saunière (Jean-Pierre Marielle) di Museum Louvre meninggalkan pesan misterius yang mengarah kepadanya. Oleh Sophie Neveu (Audrey Tautou) yang mengaku sebagai staf ahli kriptografi pemerintah Perancis, Langdon diajak kabur dari pengawasan aparat kepolisian Perancis Bezu Fache (Jean Reno) yang sejak awal sudah berniat menangkapnya. Berbekal petunjuk peninggalan Saunière berbentuk anagram yang mengarah ke sejumlah lukisan karya Leonardo Da Vinci, Langdon dan Neveu bukan saja menemukan jejak sang pembunuh tetapi juga misteri Cawan Suci (The Holy Grail). Bahkan seiring dengan itu, mereka pun mendapatkan fakta lain menghebohkan menyangkut sejarah tokoh agama tertentu yang bertentangan dengan apa yang diketahui masyarakat selama ini. Termasuk siapa sebenarnya Saunière yang juga selama ini dianggap Neveu sebagai kakeknya.
Mereka harus berlomba dengan kelompok yang menjadi dalang pembunuhan Saunière yang sama-sama menginginkan rahasia Cawan Suci. Dari kotak deposit yang tersimpan di bank, Langdon mendapatkan sebuah benda bernama cryptex. Criptex adalah tabung berisi petunjuk lokasi Cawan Suci berada yang untuk membukanya memerlukan kata sandi yang tepat. Usaha memecahkan kata rahasia yang terdiri dari lima huruf itu membawa mereka pada teman Langdon yang seorang pakar sejarah, Sir Leigh Teabing (Ian McKellen). Dan mulailah bagian agak membosankan dari film ini saat di mana Leigh bercerita panjang lebar mengenai fakta tersembunyi yang diketahuinya soal sejarah kehidupan tokoh agama tertentu dan hubungannya dengan misteri Cawan Suci. Memang sih adegan penuturan dari Leigh tersebut cukup informatif, terutama bagi yang belum baca novelnya, tetapi tetap aja bikin rada bosan.
Untunglah kebosanan itu segera ‘terganggu’ berkat kehadiran Silas (Paul Bettany), orang yang membunuh Saunière, di antara mereka. Sudah begitu, pengepungan oleh aparat kepolisian membuat mereka harus segera kabur menggunakan pesawat terbang menuju London. Dengan memerhatikan benda yang tidak terdapat pada patung Sir Isaac Newton, Langdon berhasil memecahkan kata sandi cryptex meskipun sebelumnya diwarnai dengan salah lokasi dan pengkhianatan. Apakah dengan demikian misteri keberadaan Cawan Suci langsung terungkap saat itu juga? Apakah Langdon dan Neveu akan terlibat kisah romantis? Kan tadi udah dibilangin untuk nonton sampai selesai…
Bagi yang sudah tahu jalan ceritanya dari membaca buku, tentu yang lebih menarik untuk disimak adalah bagaimana penampilan Tom Hanks dalam memerankan karakter Robert Langdon. Meskipun sempat diragukan, akting Hanks di film ini cukup bagus dan meyakinkan kok. Begitu juga dengan Ian McKellen, pemeran Magneto di film X-Men dan Gandalf di The Lord of the Rings. Sayangnya Jean Reno yang biasanya bermain bagus entah mengapa kali ini hadir kurang mengesankan sebagai Fache. Kesan yang sama juga tampak pada Audrey Tautou.
Adapun hal yang mengganggu kenyamanan menonton film ini adalah soal pengaturan warna yang cenderung pucat dan kurang kontras sehingga kesan dramatis kurang begitu tampak. Penuturan Neveu yang di bagian akhir film mengatakan masih tidak tahu penyebab kematian orang tuanya juga menjadi sesuatu yang agak mengganjal. Karena sebelumnya saat bersembunyi bersama Langdon dalam mobil bank, dengan gamblangnya ia bisa bercerita soal kejadian yang menewaskan seluruh keluarganya, hanya dia yang selamat. Cukup mengherankan bagi penonton yang belum membaca buku ke-4 dari Dan Brown itu.
Yang pasti, reaksi tidak berlebihan dari penganut agama tertentu di Indonesia yang sejarah agamanya menjadi topik pembahasan dalam film ini perlu mendapat penghargaan. Tidak ada protes dan usaha serius melarang pemutaran film ini, apalagi pakai kekerasan. Paling hanya adanya pembatasan teks terjemahan saja. Tidak tahu apa jadinya bila penganut agama yang sejarahnya dibahas dalam film ini termasuk orang-orang yang gampang naik darah…