[rate 4]
Menonton film adaptasi dari novel tapi belum baca novelnya merupakan keasyikan tersendiri. Begitu juga ketika menonton film Memoirs of a Geisha yang diangkat dari novel berjudul sama karya Arthur Golden beberapa hari lalu.
Mungkin ada yang menganggap ini hanya alasan dari golongan penggemar film yang malas baca buku. Terserah sih, tapi yang pasti bentuk keasyikan yang ada di depan mata adalah terbebas dari keinginan membanding-bandingkan apa yang ditawarkan dalam film dengan apa yang ada dalam novel. Dengan tanpa terpengaruh isi novelnya, bergulirnya adegan demi adegan film hasil kerja sutradara Rob Marshall dan produser Steven Spielberg ini bisa dinikmati dengan nyaman.
Berawal dari dijualnya Chiyo (Suzuka Ohgo) dan kakaknya Satsu kepada seorang makelar oleh bapak mereka sendiri di saat ibu mereka sedang terbaring sakit di tempat tidur. Tiba di distrik Gion, Chiyo dibeli seorang pemilik rumah geisha bernama Nitta, sementara Satsu dipekerjakan di sebuah tempat pelacuran.
Sejak awal, kehadiran Chiyo langsung menarik perhatian. Tak heran Hatsumomo (Gong Li), seorang geisha senior yang tinggal di tempat yang sama, menjadi sirik karena merasa bakal ada saingan berat. Lantaran ulah Hatsumomo, bukannya disiapkan menjadi seorang geisha, Chiyo malah dijadikan pembantu oleh Nitta, pemilik rumah geisha. Kabar meninggalnya kedua orang tuanya dan kaburnya sang kakak entah ke mana membuat Chiyo sangat sedih dan frustasi.
Di tengah keputusasaannya, ia bertemu dan bercakap-cakap dengan seorang pria ramah yang dikenal dengan sebutan Chairman (Ken Watanabe). Pertemuan yang sangat berkesan itu membuatnya jatuh cinta itu menjadi titik awal pendorong semangat Chiyo menjadi seorang geisha. Tujuannya agar bertemu lagi dengan Chairman.
Secara kebetulan, tiba-tiba jalan menjadi sebagai geisha berjalan mulus bagi Chiyo. Semuanya tidak lain berkat Mameha (Michelle Yeoh), geisha paling sukses di Gion. Oleh geisha yang merupakan saingan berat Hatsumomo, Chiyo ‘dipinjam’ dari Nitta untuk dididik sebagai geisha magang. Ia mendapat nama baru: Sayuri.
Meskipun kelihatan berjalan lancar namun jalan mencapai puncak karir sebagai geisha nomor satu tidaklah begitu gampang. Sayuri masih harus menghadapi penjegalan, fitnah, dan jebakan. Namun semua itu berhasil dilaluinya dengan lancar, lagi-lagi berkat dukungan Mameha. Jadilah Sayuri sebagai geisha nomor satu. Berkat kesuksesannya itu, ia tidak hanya dapat melunasi utangnya selama menjadi pembantu tetapi juga ditunjuk sebagai pewaris Ibu Nitta, sang pemilik rumah geisha itu.
Namun di balik kesuksesannya, Sayuri masih punya persoalan cinta. Meskipun sudah bertemu kembali dalam hubungan client, tetapi ia belum dapat menunjukkan rasa sukanya. Apalagi Nobu, rekan kerja paling dihormati Chairman mulai terpikat dengan kecantikan dan kepandaiannya. Sayuri jadi makin sulit berdekatan dengan Chairman. Chairman sendiri sengaja membiarkan dan menjaga jarak dengan Sayuri untuk membalas jasa Nobu dulu.
Pecahnya Perang Dunia membuat Sayuri diungsikan ke pedesaan yang lebih aman dan tidak lagi menjadi geisha. Ia bekerja sebagai buruh tani hingga suatu saat Nobu datang memintanya kembali menjadi geisha untuk menemani pertemuan bisnis Nobu dan Chairman dengan salah satu tokoh militer asing.
Pertemuan kembali dengan dengan Chairman juga Nobu yang ingin menjalin hubungan cinta lebih jauh dengannya kembali menimbulkan dilema tersendiri bagi Sayuri hingga ia merancang suatu rencana yang sayangnya dikhianati oleh temannya sendiri. Akibatnya Sayuri merasa sangat putus asa dan melempar barang kenangan dari Chairman dari atas tebing.
Sampai di adegan ini, seharusnya kisah sang geisha mencari cinta ditutup dan penonton pun pulang dengan membawa rasa keharuan yang dalam. Dramatis tapi berkesan. Namun rupanya ending-nya lebih suka dibikin happy 🙂
Mau sad ending ataupun happy ending, yang jelas menonton Memoirs of a Geisha seperti mengikuti perjalanan hidup seorang geisha secara lengkap mulai dari awal karir hingga puncak kesuksesannya termasuk bantahan terhadap kesan kontroversi selama ini bawah geisha itu adalah sejenis dengan pelacur. Semuanya didukung dengan setting lokasi dan plot cerita yang cukup bagus. Sejumlah pemandangan indah dan permainan warna yang cukup cemerlang juga bisa dinikmati di sini.
Dan yang lebih penting adalah penampilan Zhang Ziyi yang sangat memukau. Rasanya tidak bisa membayangkan ada artis lain yang lebih pantas memerankan tokoh Sayuri selain artis kelahiran 9 Februari 1979 yang mulai menjulang sejak main di Crouching Tiger, Hidden Dragon itu. Gak heran atas perannya itu, Ziyi bisa masuk nominasi Best Performance by an Actress in a Motion Picture – Drama di Golden Globe meskipun akhirnya tidak keluar sebagai pemenang. Tak hanya Ziyi yang bermain bagus. Michelle Yeoh dan Gong Li serta Ken Watanabe juga tampil gak kalah asik. Sebuah perpaduan yang sangat lengkap dan bagus sehingga rasanya semua itu sanggup menutupi beberapa keanehan dalam film itu. Seperti misalnya adegan kebakaran di kamar Sayuri yang meskipun sangat besar segera berhasil dipadamkan sendiri dalam sekejab! Hebat banget! 😆
hm..apakah anda sadar ini film tentang geisha dan tiga pemeran utamanya orang cina? Zhang Ziyi, Michelle Yoeh dan Gong Li. itu sama saja bikin film tentang majapahit tapi aktor-aktrisnya orang myanmar lengkap dengan logatnya..bad for politic i guess
Lilis belum nonton
*pEngen dech nontoN*
gw dah baca novelnya tapi males nonton ill feel duluan. alasan pertama sama seperti komen #1 (emang gak bisa nyari artis jepang ya?), kedua dialognya bahasa inggris. watefak?
exellent…i love this film… 😆